Senin, 23 September 2013

Sejarah Tentara Pelajar, SMA N 1 Purworejo, dan Jalan Tentara Pelajar

Sebelum kita simak sejarah SMA N 1 Purworejo dan Jalan Tentara Pelajar ini, mari kita simak sejenak mengenai Tentara Pelajar.

A. TENTARA PELAJAR

Kedu selatan terletak di daerah kedu, dan nama Kedu digunakan sebagai nama wilayah Karesidenan pada zaman Pemerintahan Hindia Belanja. Ketika Sukarno-Hatta memproklamasikan kemerdekaan Indonesia, para pemuda serentak mengadakan penjagaan di seluruh kota dengan senjata seadanya. Di batas-batas kota diadakan penjagaan bergilir dan kemudian juga siap terhadap mata-mata musuh dengan adanya berita bahwa Belanda akan kembali ke Indonesia dengan membonceng Tentara Inggris yang akan melucuti Jepang dan mengambil tawanan lainnya (APWI). Kemudia setelah Purworejo membentuk B.K.R (Badan Keamanan Rakyat) yang di pimpin oleh Mukahar, maka dilakukan usaha-usaha jerjasama untuk mengambil alih pemerintahan dan melucuti Jepang di Purworejo oleh pimpinan Angkatan Muda Indonesia Purworejo. Sekolah-sekolah pada waktu itu belum dibuka kembali sehingga pasuka Angkatan Muda Indonesia dapat sepenuhnya membantu B.K.R Purworejo.
Usaha melucuti jepang dapat berlangsung damai di Purworejo. Di Kutoarjo (walau sekarang Kutoarjo menjadi bagian dari Purworejo) terjadi insiden besar walau pada akhirnya dapat di tangani dengan baik. itulah modal perta a dari B.K.R yang kemudian menjari T.K.R untuk membentuk satu resimen TKR Purworejo dengan persenjataan lengkap dibawah pimpinan Kolonel Mukahar (bekas sudanco Peta).

Pada permlaan tahun 1946 para pemuda di Purworejo membentuk I.P.I (Ikatan Pelajar Indonesia) Cabang Purworejo yang meliputi tiga sekolah menengah yakti SMP Negeri Purworejo, SKP (Sekolah Kepandaian Putri) dan Sekolah Pertukangan Negri (kemudian hari menjadi Sekolah Teknik Pertama). Rapat pembentukan Tentara Pelajar dilakukan di Gedung Olahraga SMP Negri yang dihadiri sekitar 60 orang siswa, dan sebagai komandannya ditunjuklah Wijono dan Toewoeh sebagai wakil. Markas tentara pelajar kedu selatan mula-mula menempati rumh di Jl. Kutoarjo, simpangan menuju Jl Sibak yang sekarang digunakan untuk SMA Kristen, kemudian dipindahkan ke Paviliun di sebelah gedung Kkabupaten Purworejo. Selanjutnya karena diperlukan Markas yang lebih besar untuk menampung pasukan-pasukan yang datang dari Font (daerah pertempuran), oleh Bapak Bupati Muritno pada waktu itu diberikan Hotel Van Laar, hotel terbesar di Purworejo semasa penjajahan Belanda di Jl. Urip Sumoharjp yang kemudian waktu perang kemerdekaan ke II di bumihanguskan oleh pasukan Tentara Pelajar sendiri dan sekarang menjadi kawasan tersebut menjadi komplek kepolisian Purworejo.

PERANG KEMERKEDAAN KE-1
Persetujuan Linggarjati antara Pemerintah RI dan Belanda mengalami kegagalan karena pelaksanaan Pembentukan UNI antara Indonesia dan Belanda selama pemerintahan peralihan, Belanda menuntut adanya pengakuan dari RI akan kedaulatan Belanda atas Indonesia dan dibentuknya gandralmeri bersama. Kabite Syahrir ke III jatuh tanggal 3 Juli 1947 dan pada 21 Juli 1947 dilancarkanlah agresi militer serentak keseluruh kefatto RI.
Dalam hal ini pasuka T.P.(Tentara Pelajar) Kie 332  yang berkedudukan di Kebumen dibawah pimpinan Sadar Sudarso menyerbu perbatasan Karanganyar bersama TRI KA, Markat TP Kie 330 Bat 300 yang berada di Purworejo yang juga merupakan asrama tentara pelajar juga digunakan untuk menampung pasukan TP Tegal dan Pekalongan karena adanya persetujuan Renville yang mengharuskan hijrahnya tentara pelajar dari daerah-daerah kantong gerilya. Pada akhir bulan Agustus datang ke markas Kie 330, Kastaf Bat 300 Moedojo membawa perintah Komandan Bat 300 suatu penugasan pasukan untuk mengganti pasukan TP yang ada di font Gombong.
Dilain sisi,di daerah Sidobunder pada tanggal 1 September 1947 pada malam hari terjadi hujan lebat, sehingga sungai-sungai banjir dan sawah-sawah tergenang air. Menurut Anggoro, komandan Sie, dia telah mengatur sedemikian rupa agar siap tempur, dengan menempatkab pemegang bren gun di sebelah kanan pos pertahanan dan pasukan Perpis di sebelah selatan, menempati pertigaan dekat lumpung desa.
Pada tanggal 2 Sempetember 1947 pada dini hari Belanda dengan 2 kompi menyerang Pos TP Sidobunder dan mengepungnya dari berbagai arah. Hanggara memutuskan untuk menggabungkan semua pasukan kembali dan membagi peluru serta granat kepada anak buahnya. Pasukan TP berusaha mengubah posisinya ke arah selatan akan tetapi Belanda telah menghadangnya, seghingga akhirnya kehabisan peluru. Perkelahian kemudian dilanjutkan dengan sangkur dan menimbulkan korban besar di pihak Anggoro. Sisa anggota tentara pelajar yang berada di sudut desa sebanyak 11 orang, bergerak ke timur meloloskan diri. Dari anggota TP Sie 321 yang berjumlah 36 orang, gugur 23 orang. Di antaranya selamat karena pura-pura mati tidur di samping kawannya yang telah gugur dan ada pula yang bersembunyi di bawah lesung. Esok harinya jenasah-jenasah yang berserakan di sawah dan pekarangan rumah dikumpulkan dan di tutup dengan daun pisang kemudian dibawa ke Sugiwaras untuk di tandu ke Karanganyar dan dibawa ke Jogja dengan kereta api. Pahlawan-pahlawan itu kemudian dimakamkan di Taman Pahlawan Semaki Jogjakarta. Dari pihak Belanda diperkirakan 40 orang tewas, mereka adalah dari pasukan anjing NICA Bat Cakra dari Madura.

PERANG KEMERDEKAAN KE II
Pada tanggal 18 Senpetmber 1948 walaupun masih ada perundingan KTN di urang jogja, wakil Tinggi Mahkota Belanda secara sepihak menyatakan tidak terikat lagi dengan persetujuan Renville.

Seksi I Kie III pada mulanya dipimpin langsung oleh komanbdan kompinya Wijono didampingi Imam Pratigyo, kemudian diserahkan kepada Subijono. Sie I Kie III Be 17 dalam kegiatan operasinya tergabung dalam MPK (Markas Perlawanan Kota) Purworejo.

SERANGAN UMUM KOTA PURWOREJO
Serangan umum kota Purworejo dilakukan dua kali, yang pertama pada bulan Februari dan yang kedua pada bulan Maret 1949. Pada waktu serangan umum ke II ke kota Porworejo, pasukan TP yang dipimpin oleh Wijono didampingin Imam Pratigyo, Sie I Pasukan Soebijono masuk Kalinongko dan Brengkelan. Pasukan yang melewati pasar hewan kemudian menuju kawedanan Purworejo masuk ke komplek  toko-toko Bioskop Bagelen, disana sempat terjadi ketegangan karena adanya ledakan berwarna kuning kemudian merah, pertanda musuh meminta bantuan tentara Belanda.
Pasukan TP kemudian sampai di komplek bank Rakyat lagi dan masuk pula ke kabupaten. Niat membakar rumah bupati dibatalkan dan hanya mengibarkan bendera merah-[utih. Pasukan TP mundur keluar kota sekitar pukul 10.00 siang.

SERANGAN DI KECAMATAN PITURUH
Pagi-pagi buta sekitar pukul 04.30 pasukan telah tiba di pituruh dan langsung mengadakan stelling di belakang Asisten di pohon-pohon singkong bersama Sie Pusma dan Kie Secaki. Pasukan ini bertugas menyergap pasukan Belanda yang lari jika nanti diserang oleh Sie Kemis dari Selatan.
Benar sekali, tampaklah 7 orang tentara Belanda dengan seorang petunjuk jalan yang lewat. Tujuh orang tersebut kemudian tewas akibat tembakan bren gun, seorang berusaha lari sambil menembak namun jatuh terguling. Beberapa saat kemudian berjatuhan baby mortir di hadapan pasukan kita, salah seorang prajurit kita bernama Geno terkena pecahan mortir di tangan kirinya dan satu pecahan lain menancap di ransel punggung. Dalam gerakan mundur kecamatan sempat dibakar habis oleh kaum gerilya. Sebagai balas dendam, amka Belanda membakar habis rumah ayah Imam Pratigyo, anggota TP Kie 330.

MENGHADAPI PATROLI BELANDA DI SEREN
Patroli Belanda pertama kali sampai di desa Seren sekitar bulan Maret 1949. Pada pagi hari sekitar pukul 07.00 tentara Belanda terlebih dahulu menembaki Seren dengan mortir, walau kebanyakan justru jatuh di pinggir sawah. Sedangkan jembatan Seren di sebelah Timur oleh kaum gerilya di ledakkan hingga terputuslah hubungan darat dengan beberapa kendaraan. Terjadilah perang  yang mengakibatkan tentara Belanda tidak bisa maju ke jembatan.
Pasukan Pusma yang mendengar pertempuran itu datang ke arah utara Seren. Dalam hal ini terjadi lelucon yang mengakibatkan tentara Puma dan Belanda lari terbirit sambbil menyerang dengan pistol. Anehnya lagi, anak-anak TP kalau perang sambil ngobrol dan santai sekali, seolah-olah seperti masih latihan perang-perangan.

Pertempuran terjadi di berbagai pihak (maaf karena terlalu banyak, saya singkat saja yaa.. hehehhe). Di Purwodadi, Kenteng, Grantung, Gebang, Wareng, dll.


 (Pasukan Tentara Pelajar Sie I Kie III Det III formasi baru yang 
husus terdiri dari anggota tingkat SMA dibawah pimpinan Sie
Rusmin Nurjadin setelah tiba di Semarang. Di ujung sebalah kanan
tampak Komandan Sie Rusmin Nursyadin)


B. Mendirikan SMA Negri Purworejo 
(sekarang menjadi SMA Negri 1 Purworejo)
Pada suatu hari pada oermulaan tahun 1954 di asrama Mahasiswa EX TP Kie III Jl. Sumbing 18 Yogyakarta. Beberapa mahasiswas Gajah Mada eks Tentara Pelajar Kie III bersama Imam Pratigyo setuju mendirikan SMA di Purworejo sebagai "Balas Jasa" kepada rakyat Kedu Selatan, yang pada perang kemerdekaan telah memberikan makan, tempat berteduh, dan berjuang bersama pasukan Gerilya melawan Belanda. Oleh karena itu
SMA ini awalnya masih persiapan menuju SMA Negri yang awalnya bernama 'SMA Kedu Selatan persiapan SMA Negri', pada awal berdirinya masih terdiri dari 4 kelas yang kebanyakan muridnya merupakan murid daerah kedu selatan itu sendiri. Karena pada waktu itu belum sekolah negri hanya ada di ibu kota karasidenan, sehingga adanya SMA Kedu Selatan sangat meringankan beban masyarakat setempat untuk menyekolahkan anaknya.
Guru-gurunya dikerahkan dari Ex Be 17 Tentara Pelajar, seperti Soeroto, Imam Subechi, Daryono, Sudartojo, Moch Munir, Zakit Nasution, Kunto Wibisono, Imam Pratigyo, Bambang Soekarsono, dll. Oleh karena itu lambang SMA Negeri 1 Purworejo yang sekarang berdiri mempunya lambang yang hampir sama dengan lambang Ganesha Putra milik TP Be 17 yang digunakan mendekati Demobilisasi tahun 1951.
(Lambang Ganesha Putra merupakan Lanbang be 17
yang digunakan mendekati Demobilisasi tahun 1951)

(dan ini adalah lambang sekolah saya, SMA Negeri 1 Purworejo
yang merupakan versi sekarang dari SMA Kedu Selatan)

Akhirnya delegasi berhasil memperjuangkan status SMA Kedu selatan menjadi SMA Negri pertama yang berada di daerah dan peresmiannya dilakukan oleh Mentri Pendidikan dan Pengajarah, Prof. Mr. Moh. Yamin pada tahun 1956. Sebelum meresmikan SMA Negeri, Pak Yamin meminta diantar ke pantai Ketawang pada malam hari. Mungkin pak Yamin pingin bernostalgia kali ya, hehehe, soalnya dia dulu pernah sekolah di HKS Purworejo.
Karena itu pula, jalan di depan sekolah saya di namakan Jalan Tentara Pelajar, sebagai pengingat, penghargaan, dan simbol rasa terima kasih warga Kedu Selatan atas perjuangan dan bantuan dari Tentara Pelajar.

Yah sekian dulu tulisan saya,  banyak nyelenehnya tapi ya sudahlah. Berhubung ini sudah pukul 04.25 pagi dan saya ada jam pengayaan pukul 06.00 pagi, saya akhiri dulu sampai disini. Semoga berguna.

HISTORYA ARDIYANTI

2 komentar:

  1. Thx mbak infonya posting terus yang kayak gini (y)

    BalasHapus
  2. Terimakasih Mbak ceritanya, kebetulan saya adalah putra kedua dari Bapak Bambang Soekarsono ex BE 17 TP Kedu Selatan

    BalasHapus